Rabu, 28 Desember 2011

WASPADA TERHADAP LEPTOSPIROSIS

A.           Pendahuluan

Peyakit menular yang disebabkan bakteri leptospira yang ditularkan melalui kotoran hewan terutama kencing tikus. Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorragic, demam Lumpur, penyakit Stutgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd, demam rawa.
Penyakit ini paling luas dan paling sering penyebaranya di dunia. Pada negara tropis yang paling sering adalah musim penghujan terutama pada wilayah pasca banjir. Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi daripada negara beriklim sedang, karena masa hidup virus leptospira lebih panjang pada lingkungan yang hangat dan lembab.
Bersdasarkan vektor pembawa dan reservoir bibit penyakit maka paparan pekerjaan diperkirakan 30—50% kasus. Kelompok resiko tinggi adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual binatang, pekerja perkebunan, tambang, pekerja rumah, potong hewan dan militer.
Penyakit ini termasuk bersifat re-emerging disease, sehingga sewaktu-waktu dapat muncul secara sporadis serta berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Angka kejadian kasus leptospirosis sulit diketahui, umumnya underdiagnosis, underreported atau bahkan unreported, hal ini disebabkan beberapa kasus asimtomatis, gejala ringan, sembuh dengan sendirinya, dan tidak menunjukkan tanda yang fatal.
Secara klinis leptospirosis pada manusia dikenal sejak tahun 1892 diJakarta oleh Van der Scheer dan isolasi baru dapat dilakukan oleh Vervoort tahun 1922. Inada mengidentifikasi penyakit ini di Jepang tahun 1916.
Di Amerika serikat tercatat 50 sampai 150 kasus setiap tahun, sekitar 50% terdapat di Hawaii. Pada tahun 1970 dilaporkan kejadian leptospirosis di Sumatra selatan, pulau Bangka dan beberapa RS di Jakarta dan tahun 1986 di Riau.
Pada tahun 2010 terjadi ledakan kasus leptospirosis di kabupaten Bantul dan wilayah Yogyakarta, yang diawali terdeteksinya kasus pada tahun 2009 sampai dengan  2011 dengan kematian hampir mencapai 20% sehingga ditetapkan menjadi Kejadian Luar Biasa.
Penyakit ini menyerang semua usia, sebagian besar 10—39 tahun. Angka kematian yang di timbulkan termasuk tinggi yakni, antara 5—40% kasus yang tidak menunjukkan gejala dan gejala ringan berkisar 90% dari seluruh kasus. Pada usia 50 tahun resiko kematian mencapai 56% semakin tua usia semakin tinggi resiko angka kematian.
Mengingat dampak kasus penyakit leptospirosis pada manusia  yang dapat menimbulkan kecacatan, kematian, faktor resiko apabila tidak dikendalikan, pengaruh terhadap derajat kesehatan, sosial dll, masih rendahnya tingkat pengetahuan, kesadaran dan cara pencegahan, penanggulangan, perlu dilakukan tindakan yang sistematis, terus menerus, aktifnya peran serta dan dukungan semua pihak dalam upaya mencegah dan menanggulangi dampak yang lebih berat/besar pada kesehatan masyarakat.

    

Leptospira interrogans serotype           Icteroleptospirosis                               

B.     Gambaran klinis :
 1.  Leptospirosis tanpa kuning (anikterik) :
Kasus mencapai 90% gejala ringan, biasanya sembuh sendiri.
  1. Leptospirosis dengan kuning (ikterik) :
Menyebabkan kematian 30-50% dari seluruh kasus leptospirosis

C.     Gejala Klinis
 1. Masa terjangkit/septisemik/leptospiremik : (3-7 hari)
Bakteri dapat diisolasi dari darah selama 24—48 jam setelah timbul ikterik, cairan cerebrospinal dan sebagian jaringan tubuh.
Demam tinggi sekitar 40°C, nyeri kepala  frontal, nyeri otot terutama betis, nyeri perut, mual, muntah, subconjunctival suffusion, ikterus ringan, mild jaundic,kelemahan otot.
  1. Masa kekebalan/imun/leptospirurik : (3-30 hari)
Sirkulasi antibodi dapat di deteksi dengan isolasi kuman dari urine.
Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu, seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal.
Gejala non spesifik seperti demam, muntah, nyeri otot mungkin lebih ringan dari fase awal, sekitar 77% penderita mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak responsif terhadap analgetik
  1. Masa pemulihan : (15-30 hari)
Perbaikan kondisi fisik, pulihnya kesadaran, hilangnya kuning, tekanan darah normal, produksi kencing normal.

D.     Komplikasi :
  1. Ginjal (50% kasus)
Disfungsi ginjal/gagal ginjal akut dikaitkan dengan timbulnya ikterus 4—9 hari setelah gejala awal, penderita dengan ikterus berat lebih mudah terkena gagal ginjal, perdarahan dan kolaps kardiovaskuler. Oliguri atau anuri karena nekrosis tubular akut sering terjadi pada minggu kedua.  
  1. Hati (83%)
Terjadi kuning/ikterus, pembesaran hati pada hari keempat  dan enam, nekrosis hati
  1. Mata
Terjadi perdarahan subconjunctival suffusion/perdarahan sub konjungtiva terjadi pada 92% penderita, uveitis 2--10% kasus, iridosiklitis dan karioretinitis merupakan komplikasi lambat kurang lebih selama setahun.
  1. Jantung
Terjadi gagal jantung kongestif, , miokarditis, perikarditis
jantung, gagal jantung.
  1. Paru (20—70% kasus)
Terjadi pneumonia, batuk darah, nyeri dada, kebiruan, dipsneu dan distres nafas.
 
  1. Otak/meningea (50% kasus)
Terjadi penurunan kesadaran, meningitis aseptik, kelumpuhan saraf kranial, ensefalitis, delirium atau gangguan mental berkepanjangan, depresi, kecemasan, iritabel, psikosis dan dimensia.    
  1. Pada kehamilan
Dapat menyebabkan terjadinya  abortus dan kematian janin

E.      Sumber Dan Cara Penularan :
1.  Bakteri leptospira dapat menginfeksi sekitar 160 spesies mamalia. Reservoir utama adalah binatang pengerat dan tikus. Sumber penularan adalah produk hewan terutama kencing  Tikus, selain itu Babi, Sapi, Kambing, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, termasuk rubah dll.
2.  Cara penularan melalui  kontak dengan air, tanah, lumpur, tanaman, yang telah dicemari kencing hewan yang membawa leptospira.
    Bakteri masuk tubuh manusia melalui selaput lendir mata, hidung, mulut, kulit yang lecet dan saluran pencernaan  dari makanan yang tercemar bakteri leptospirosis atau kencing hewan yang mengandung bakteri tersebut. Leptospirosis tidak menularkan langsung dari pasien ke pasien.

F.      Pencegahan Dan Penanggulangan
  • Menjaga kebersihan individu keluarga dan lingkungan dari tempat sarang hewan penyebab leptospirosis.
  • Cuci tangan, kaki dan bagian tubuh lain dengan sabun setelah dari sawah, memegang hewan atau produknya.
  • Menggunakan sepatu bot/ sarung tangan bila tempat tersebut tercemar bakteri leptospirosis.
  • Pembersihan tempat penyimpanan air dan kolam renang kalau perlu kaporisasi.
  • Pemeliharaan hewan yang baik dengan menjaga kebersihan kandang dan cara pembuangan kotoran yang baik.
  • Membersihkan tempat dari sarang tikus
  • Pemberantasan tikus kalau perlu
  • Kemoprofilaksis efektif pada manusia resiko tinggi, dengan doksisiklin 250 mg per oral sekali dalam seminggu. Tidak dianjurkan untuk jangka panjang.
  • Wilayah resiko tinggi /KLB,  setiap Puskesmasnya  telah tersedia rapid test leptospirosis.
  • Bagi yang terjangkit atau yang mempunyai gejala seperti penyakit ini segera periksa ke puskesmas atau Rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
  • Surveilans ketat oleh petugas kesehatan pada kasus KLB.
  • Meningkatkan sistem kewaspadan dini penyakit melalui pemantauan tempat atau kelompok beresiko.
Conjunctival hemorrhage in leptospirirosis
Referensi :

Depkes RI. 2004. ” Pedoman Penyelidikan Dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa”. Dirjen. P2M-PL. Jakarta
Depkes RI. 2008. ”Pedoman Diagnosa Dan Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis Di Indonesia”. Cetakan Ke III. Dirjen. P2PL. Jakarta
Judarwanto. W. 2009. ”Leptospirosis Pada Manusia”. Dalam Cermin Dunia Kedokteran. Vol. 36. No. 5. Jakarta : CDK
Mularum. SN. 2011. ”Bahaya Leptospirosis Kewaspadaan Kita Menyelamatkan Banyak Nyawa”. Dalam Infokes. Ed.IX. Bantul. Yogyakarta
Soeparman. 1994. ”Ilmu Penyakit Dalam”. Ed. Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Santosa. TBH. 2011. ”Kejadian Luar Biasa Leptospirosis Di Kabupaten Bantul” Dalam Infokes. Ed.IX. Bantul. Yogyakarta
http://obatpropolis.com/leptospirosis. D iakses 19 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar